Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • hari ini
JAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus kematian seorang diplomat Muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang meninggal dunia dengan kepala terlakban di indekosnya menyisakan banyak pertanyaan.

Anggota Kompolnas Yusuf Warsyim memastikan bahwa proses penyidikan berjalan intensif. Olah TKP telah dilakukan berulang, dan pendekatan saintifik digunakan untuk menelusuri apakah ada pihak lain yang terlibat.

Psikolog forensik Reza Indragiri mendorong agar penyelidik mempertimbangkan metode autopsi psikologis untuk menelaah latar belakang mental korban. Sementara Julius Ibrani selaku Ketua PBHI, menilai spekulasi publik tak terhindarkan karena lambannya proses informasi.

Baca Juga Kasus Kematian Diplomat Kemlu, Ada Unsur Kriminal? Ini Kata Reza Indragiri dan Dokter Forensik di https://www.kompas.tv/talkshow/606054/kasus-kematian-diplomat-kemlu-ada-unsur-kriminal-ini-kata-reza-indragiri-dan-dokter-forensik



Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/606057/reza-indragiri-kompolnas-dan-pbhi-bicara-blak-blakan-soal-kasus-kematian-diplomat-kemlu
Transkrip
00:00Mbak Rustika, jadi sebenarnya apa sih saat ini yang masih diperbincangkan netizen terkait dengan teka-teki kematian Daru ini?
00:05Apa yang paling banyak dibicarakan? Silahkan.
00:07Nah, jadi sebenarnya itu ada 4 faktor yang menyebabkan kenapa isu ini besar.
00:11Jadi isu pertama adalah bagaimana isu ini menjadi sesuatu yang sangat sensitif
00:18karena netizen melihat proses kematian yang tidak biasa.
00:21Dan netizen juga sudah melihat bagaimana situasi bahwa proses kematian seperti ini itu tidak wajar.
00:27Jadi netizen sudah mencari-cari gitu.
00:30Nah, yang kedua sebenarnya itu ada satu faktor yang tadi tidak muncul di sini.
00:34Yakni terkait dengan keamanan diplomat.
00:37Jadi netizen itu juga mempertanyakan keamanan diplomat itu seperti apa sih?
00:41Kok tiba-tiba ada diplomat yang dia memiliki satu rekam jejak yang cemerlang
00:46tapi dia meninggal secara tragis.
00:49Jadi ada perbedaan ketidakselarsan kognisi antara netizen yang menganggap bahwa ini diplomat yang keren banget
00:55tapi kenapa dia meninggal dengan cara yang apa namanya tragis gitu.
01:00Nah, yang ketiga itu adalah bagaimana netizen itu melihat bahwa figur Daru itu diframing oleh media dan media sosial itu sebagai figur yang baik,
01:12yang pinter, yang hebat.
01:13Dan dia adalah diplomat umurnya 39 yang sangat dekat sama netizen.
01:18Sehingga mereka merasa bahwa ada sesuatu yang salah di sini gitu.
01:22Nah, menjawab tadi pertanyaan kenapa situasi ini menjadi sangat besar?
01:27Karena netizen itu adalah netizen di media sosial, di era digital yang menginginkan kecepatan.
01:33Jadi setiap kali pertanyaan kenapa dia meninggal, kenapa dilakban seperti sedemikian rapi, kok nggak ada jawaban?
01:40Sampai sekarang.
01:41Jadi netizen itu sebenarnya sudah punya tingkat kesabaran.
01:44Kalau kita lihat ada empat fase.
01:46Dari pertama dia terkejut, kedua dia melakukan investigasi kecil-kecilan, ketiga dia sudah memunculkan teori konspirasi,
01:55dan sekarang itu masuk pada level yang disebut sebagai konsolidasi.
01:59Konsolidasi berdasarkan apa?
02:01Berdasarkan atas berbagai data yang disebarkan melalui media dan media sosial yang kita tidak pernah tahu.
02:09Di era digital seperti sekarang ini, kita nggak tahu apakah CCTV yang tadi kita munculkan adalah CCTV asli atau nggak.
02:16Apakah gambar, figur yang dilakban dengan sangat rapi sekali itu adalah figur yang betul-betul ditemukan itu dalam kondisi seperti itu.
02:26Dan itulah yang membuat netizen itu akhirnya menyimpulkan gitu.
02:30Ada tiga kelompok sebenarnya kalau kita lihat bahwa ternyata teori spekulasi, teori konspirasi itu menjadi salah satu isu terbesar.
02:40Dan dari 100% bicara soal teori konspirasi itu, ada tiga pendapat yang besar.
02:46Yang pertama adalah bahwa dia dibunuh, kedua adalah dia bunuh diri, yang ketiga adalah tunggu, sabar dulu.
02:57Nah setiap media sosial itu dia memiliki cara pandang yang berbeda satu dengan yang lain.
03:02Yang paling cerewet Twitter, dia melihat sisi peristiwa ini dengan cara yang sangat politis gitu.
03:10Tetapi kalau di TikTok, engagementnya 86% dari seluruh percakapan, dia melihat dari sudut pandang yang lebih dramatis.
03:18Di mana disitu ada suasana pada saat pembunuhan itu terjadi, lakban, CCTV, tangan yang bergerak.
03:29Itu adalah bagian dari bagaimana netizen itu melihat dengan sangat jeli gitu.
03:35Dan mereka itu memiliki satu, apa namanya, keyakinan gitu.
03:40Kenapa dia itu dibunuh, kenapa dia itu bunuh diri.
03:44Jadi ada beberapa cara gitu ya kalau kita bisa melihat.
03:48Bahwa ternyata ada teori yang mengatakan bahwa 75% itu dibunuh.
03:56Karena dianggap bahwa cara pembunuhannya itu sangat rapi.
04:01Dan kemudian tidak ada jejak sedikit pun.
04:04Terus kemudian juga mereka mengatakan bahwa agak janggal gitu.
04:09Dia bisa ada di dalam kamar dengan tubuh yang rapi.
04:11Nah seperti itu.
04:13Kemudian juga dari sisi, ini netizen ya, dari aspek forensik.
04:17Jadi netizen pun melihat secara forensik katanya, cuman ada satu gitu.
04:22Kayaknya nggak mungkin deh, terlalu bersih untuk sebuah kasus yang seperti itu.
04:25Berarti artinya di sini yang Mbak Rustika ingin sampaikan adalah bahwa kasus kematian Daru yang masih terus menjadi teka-teki,
04:34ini dianggap lama.
04:35Jadi akhirnya nimbul spekulasi, nimbul teori konspirasi sendiri.
04:38Jadi detektif Conan sendiri aja.
04:39Betul sekali.
04:40Dan itulah yang terjadi kenapa, karena netizen itu kan kita bicara era digital.
04:44Silahkan duduk Mbak.
04:45Ya, mereka tuh menginginkan segala sesuatu jawaban harus cepat.
04:50Dan kita tahu bahwa ini adalah era internet kan.
04:52Dimana semua orang bisa bertanya dan bahkan dia bisa bertanya sama CGPT.
04:56Ini kira-kira dibunuh atau tidak dibunuh.
04:58Sampai sebegitunya?
04:59Sampai sebegitunya gitu.
05:01Dan di situ kelihatan jawaban gitu.
05:02Oh, ternyata 75 persen kalau di analisis medsos menyatakan bahwa dia dibunuh.
05:0820 persen menyatakan bahwa dia bunuh diri gitu.
05:115 persen kita tunggu dulu saja gitu.
05:14Oke, kalau gitu Mas Julius bahwa ini tadi dibalikan lagi bahwa ini sebenarnya bukan tekanan publik,
05:19masuk tekanan publik atau enggak nih?
05:21Karena publik jadi berspekulasi liar karena lamanya.
05:24Oke, udah pasti sebuah tekanan publik masih berlaku yang namanya no viral, no justice.
05:30Itu masih berlaku.
05:31Cuma saya mau mengembalikan lagi tadi istilah yang udah Reza sampaikan.
05:35Satu soal bias konfirmasi.
05:36Logika yang sama, analogi yang sama kita gunakan ketika kita tidak boleh menggunakan bias konfirmasi
05:42dengan metode deduktif bahwa dia dibunuh, maka kita juga nggak boleh bilang dia bunuh diri.
05:46Itu satu, kita harus konfirmasi itu.
05:48Karena dua kubu ini terus bertarung.
05:50Pertanyaannya, yang menggunakan metode induktif itu siapa?
05:53Harusnya penyelidik polisi.
05:55Jadi makanya saya tidak meminta untuk memberikan kesimpulan-kesimpulan awal, tidak boleh.
06:02Tetapi memberikan indikasi dalam sebuah bentuk rangkaian peristiwa.
06:06Pagi dia ngapain, di mana, bersama siapa, berkomunikasi dengan siapa.
06:10Itu yang namanya metode induktif.
06:12Sehingga ketika kita tahu bahwa peristiwa di luar sana bukan merupakan tindak pidana,
06:18baik itu pembunuhan ataupun bunuh diri, hapus.
06:20Itu kan belum terjadi, yang pertama.
06:22Yang kedua adalah, kita dari tadi masih...
06:25Belum terjadi atau belum diungkap sebenarnya Mas Yusuf?
06:28Ya, apapun itu.
06:30Tapi yang pasti kami belum mendengar, ada olah TKP, CCTV, dan segala macam di luar.
06:35Misalnya di mana? Di mall.
06:37Itu belum ada dan belum disampaikan oleh pihak polen.
06:40Belum ada apa belum disampaikan aja sebenarnya?
06:42Dalam pantauan kami, pengumpulan fakta-fakta yang dilakukan penyidik sampai saat ini,
06:50menunggu kepastian hasil otopsi.
06:56Artinya serangkaian itu sudah banyak dilakukan.
07:00Olah TKP sudah tiga kali itu dipastikan sudah banyak yang didapatkan.
07:08Didapatkan.
07:09Apakah itu nanti faktanya bisa menjelaskan?
07:11Apakah ada orang lain yang masuk ke dalam kamar itu selain yang terlihat dari CCTV yang beredar itu?
07:17Itu juga bisa dilakukan pemeriksaan secara saintifik.
07:21Karena kejahatan itu, kalau itu kejahatan tidak sempurna.
07:25Rambut pelaku itu jatuh, itu akan dilakukan pemeriksaan DNA.
07:29Bisa menjelaskan.
07:30Atau apapun.
07:31Ini fakta-fakta sekali lagi.
07:34Penyidikan itu mengumpulkan fakta-fakta.
07:37Apakah ada fakta peristiwa pidana?
07:39Atau tidak?
07:41Itulah kesimpulan akhirnya.
07:43Oleh karenanya, apa yang kami pantau tentu, yang kami awasi sekali lagi komponen adalah kinerja penyidik.
07:50Kinerja penyidik.
07:51Sejauh ini, yang kita amati, yang kita pantau, yang kita koordinasikan,
07:56penyidik memang sungguh penuh kehati-hatian.
08:01Mengambil kesimpulan terkait dengan fakta-fakta yang telah dikumpulkan,
08:06termasuk terkait dengan hasil otopsi.
08:08Itu yang kita dapatkan.
08:10Itu, itu, itu udah mandat wajib yang tadi dijelaskan oleh jenderal itu adalah soal
08:14perkat nomor 14 tahun 2012, manajemen tindak pidana, kehati-hatian, prinsip, itu gak boleh dilanggar sama sekali.
08:20Tapi kita mesti bertanya juga,
08:22kenapa sih netizen begitu ribut, begitu berisik?
08:25Apa yang terjadi dengan profil dari korban ini sendiri?
08:28Korban ini pejabat publik.
08:30Oke, diplomat.
08:30Ada bendera Indonesia dibalik nyawanya dia.
08:33Apa maksudnya?
08:34Artinya, dia representasi negara kita.
08:36Kalau satu pejabat negara bisa mengalami hal seperti itu,
08:39apalagi saya yang orang biasa,
08:41yang tidak mewakili kepentingan negara yang begitu besar ini,
08:44dengan kasus-kasus yang luar biasa,
08:46dengan, apa tadi namanya, lakban kuning,
08:49yang di negara manapun dalam konteks kriminologi dan intelijen,
08:53lakban kuning itu artinya peringatan.
08:56Nah, ini yang harus segera dijawab.
08:59Silahkan tanya teman-teman Kemlu,
09:01utamanya di dirijen perlindungan UNI,
09:03siapa yang nggak deg-degan,
09:04karena tugas mereka sama seperti tugas korban.
09:06Oke, baik.
09:07Itu yang harus diperjelas.
09:08Jadi bukan kecepatan yang diminta,
09:10tapi kejelasan,
09:12dan ini untuk menenangkan ratusan,
09:14bahkan ribuan teman-teman kita,
09:16yang mengemban tugas negara,
09:17sama seperti yang dilakukan oleh korban.
09:18Itu yang kita kejar.
09:20Oke, kalau gitu berarti,
09:21Mas Reza,
09:21sebenarnya yang Anda lihat sendiri tadi,
09:23apakah emang benar ada potensi ancaman seorang diplomat,
09:27sehingga membuat seorang diplomat muda ini,
09:30ada peluang,
09:32diancam?
09:33Oh, apakah,
09:34dengan kata-kata,
09:35apakah profesi sebagai diplomat,
09:36ada profesi yang beresiko,
09:37begitu?
09:38Ya, jelas lah.
09:39Saya dulu pernah berkata sebagai diplomat,
09:41ya, Alhamdulillah,
09:42saya tidak pernah menghadapi ancaman apapun.
09:44Tapi saya ingat kakak senior saya,
09:46Dino Pati Jalal,
09:47dia bercerita tentang bagaimana dia mengalami kekerasan sedemikian rupa,
09:50ketika bertarung di kancah diplomasi,
09:52terkait dengan timur-timur misalnya.
09:54Tapi yang saya katakan begini,
09:55ketimbang kita berspekulasi,
09:57sebetulnya ada pendekatan yang bisa melengkapi,
10:00mendukung teman-teman dari kedokteran forensik,
10:02yaitu otopsi psikologis.
10:04Apa itu otopsi psikologis?
10:06Mungkin masyarakat lebih akrab dengan istilah victim profiling,
10:09tapi karena victim itu berasosiasi dengan pidana,
10:13maka supaya netral,
10:15saya pakai istilah yang lain,
10:16yang juga sebetulnya sudah sering dipakai,
10:18yaitu otopsi psikologis.
10:19Sederhananya seperti apa, Mas Risa?
10:21Jadi begini,
10:22otopsi psikologis itu dilakukan antara lain
10:24untuk juga sama,
10:26untuk mengetahui manner of death,
10:28faktor risiko,
10:29dan seterusnya,
10:30dan seterusnya.
10:30Ada dua cara yang biasa dipakai.
10:32Pertama, dengan pengecekan riwayat hidup,
10:35termasuk riwayat kesehatan.
10:36Tapi tidak mudah untuk dilakukan.
10:38Kenapa?
10:38Masyarakat kita bukan orang yang terbiasa
10:41untuk secara berkala melakukan pemeriksaan kesehatan ke dokter
10:44ataupun psikologi.
10:45Sehingga praktis tidak ada rekaman medis
10:47yang simponnya berkesenambungan tentang kesehatan seseorang.
10:50Itu satu.
10:51Cara yang kedua adalah dengan melakukan pemeriksaan
10:53terhadap orang-orang di sekitar
10:55yang dianggap tahu dan bisa berbagi cerita
10:57tentang kondisi orang yang meninggal dunia.
11:00Bisa keluarga, teman sekantor,
11:02tetangga kiri-kanan, dan seterusnya.
11:03Cara ini pun tidak begitu mudah
11:05untuk diterapkan di Indonesia.
11:07Kenapa?
11:07Karena kebiasaan kita adalah menutup.
11:09Semakin ada sisi buruk,
11:11semakin ada sisi aib,
11:12saya cerita secara umum ya,
11:13tidak spesifik kasus per kasus.
11:15Semakin ada sisi buruk yang dimiliki oleh seseorang,
11:17justru akan semakin menutup.
11:19Dan tidak akan dibagikan cerita itu kepada orang lain.
11:21Atas nama,
11:22menjaga kehormatan keluarga,
11:25menjaga kehormatan mendiang, dan seterusnya.
11:28Tapi paling tidak,
11:29sebagai sebuah pendekatan,
11:30otopsi psikologis,
11:32bisa dilakukan untuk menjawab pertanyaan itu.
11:34Apakah ini meninggalnya almarhum ini
11:38sungguh-sungguh berkaitan dengan profesi yang ditekuni,
11:40ataukah di luar itu bisa coba ditelah
11:42dengan menerapkan otopsi psikologis.
11:45Oke, tapi kalau kita lihat ya,
11:47misalnya pada saat korban ini,
11:50katanya korban ini kan sudah telepon-teleponan,
11:53terus kemudian juga tadi karirnya cemerlang,
11:56Mas Reza,
11:57kemudian yang kedua katanya sudah berjanji,
11:58sebenarnya ingin punya sama-sama anaknya ini,
12:01ingin pergi ke Cadi Buruk-Buruk,
12:02tidak salah seperti itu.
12:03Artinya kan ada sesuatu harapan memang besar,
12:05apalagi mau ke Finlandia juga nih,
12:07dalam waktu dekat.
12:08Tapi pertanyaannya,
12:09kenapa?
12:10Tadi sudah sempat dibahas oleh Dr. Budi
12:13tentang kemungkinan seseorang meninggal
12:15akibat perbuatan orang lain.
12:17Cek, ada tidak tanda-tanda kekerasan di tubuhnya.
12:20Sekarang kita geser,
12:21tentang kemungkinan seseorang siapapun itu
12:23meninggal akibat bunuh diri.
12:25Apa yang akan saya lakukan?
12:26Pertama,
12:28saya disclaimer dulu ini,
12:30saya tidak memberikan pembenaran apapun terhadap tindak bunuh diri.
12:34Jadi bagi saya,
12:35bunuh diri adalah perbuatan yang salah.
12:37Titik, bagi saya tidak ada kompromi.
12:39Tetapi,
12:39saya selalu mewanti-wanti begini,
12:42andaikan tetap ada orang
12:44yang memutuskan untuk mengambil jalan yang salah,
12:47dengan mengakhiri hidupnya,
12:50Mbok yang meninggalkan catatan terakhir.
12:51Secara kebetulan,
12:55wanti-wanti yang sudah saya sampaikan bertahun-tahun ini,
12:59belakangan dilakukan oleh sekian banyak warga kita
13:02yang mengambil jalan salah itu.
13:04Mereka meninggalkan catatan terakhir.
13:05Alhasil, relevan terhadap almarhum,
13:08coba dicek,
13:09adakah catatan terakhir itu?
13:11Atau yang lain,
13:12cek narasi-narasi yang dia kemukakan,
13:15baik secara lisan maupun tertulisan.
13:17Adakah narasi gelam, narasi kelam,
13:19narasi kemaram, dan seterusnya itu.
13:21Kalau, kalau,
13:23ternyata catatan terakhir tidak ada,
13:26narasi-narasi yang dia kemukakan juga terang-benerang,
13:29tentang prospek masa depan yang cemerlang,
13:31dan seterusnya,
13:32maka barangkali kita juga bisa eliminasi
13:34kemungkinan almarhum meninggal akibat bunuh diri.
13:38Oke, tadi apa Mas Yusuf?
13:39Penyelidikan ini kan juga melibatkan psikolog forensi.
13:42Jadi ada absifor,
13:43itu bagian dari proses yang ditunggu juga oleh penyidik.
13:47Jadi, apa yang disampaikan oleh Mas Raja tadi,
13:52ya kita berharap,
13:53itu dari absifor,
13:55absosialis psikologi forensik itu,
13:57mendapatkan fakta-fakta yang sangat penting
13:59untuk bisa menjelaskan peristiwa itu.
14:01Itu yang juga bagian yang ditunggu
14:03dari proses penyelidikan ini.
14:06Oke, tapi kalau gitu,
14:07pertanyaan selanjutnya adalah,
14:08kenapa sampai dengan sekarang kalau gitu,
14:10belum dihasilkan umumnya?
14:12Karena otopsi juga sudah dilakukan,
14:13kenapa tidak diumumkan?
14:14Usah jadi atas saudara,
14:15tetaplah bersama kami di dua arah.

Dianjurkan