JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus pendukung Tom Lembong, Refly Harun mengatakan terkait putusan kasus Tom Lembong, persoalan terbesar adalah kekuasaan yudikatif kita tidak benar-benar independen. Baik karena ada tekanan kekuasaan, maupun tekanan mafia peradilan.
"Selama ini kita hanya menyalahkan aparat penegak hukum, tanpa memberikan ruang bahwa mereka juga berada dalam posisi yang tidak bisa menolak ketika diperintahkan sesuatu.
"Anda enggak usah jadi hakim deh, kalau Anda penakut," katanya.
Hakim Agung 2011-2018, Prof. Gayus Lumbuun mengatakan pernah mengusulkan adanya perombakan di Mahkamah Agung pada tahun 2014 saat masih menjabat sebagai Hakim Agung untuk perbaikan dunia peradilan.
Ia juga meminta agar hakim-hakim dan jajarannya dievaluasi, sehingga hakim yang masih baik dipertahankan dan yang jelek dibuang.
Menanggapi hal itu, Refly mengatakan pernah mengusulkan agar Mahkamah Agung di-shut down saat kasus pejabat MA Zarof Ricar terungkap dan ditemukan barang bukti uang tunai senilai satu triliun rupiah. Menurut Refly, harus ada langkah-langkah perbaikan hukum yang revolusioner.
Apakah usulan ini berlebihan atau bisa jadi titik balik dunia peradilan?
Selengkapnya saksikan di sini: https://youtu.be/FewAMvOVKx8?si=_iIwD6_Noo4-qvQp
#tomlembong #hakim #vonis
Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/610453/independensi-hakim-kasus-tom-lembong-dipertanyakan-ini-kata-refly-harun-dan-gayus-lumbuun-rosi
00:00Tapi Bung Refi, Anda memberikan ruang nggak kepada para hakim yang dilaporkan?
00:05Seperti yang tadi ada katakan, mungkin mereka nggak bodoh.
00:08Dan mungkin mereka juga bukan mau menghukum.
00:11Tapi mereka memang dapat tekanan untuk meluluskan pesanan tertentu.
00:16Jadi nggak ada daya juga.
00:18Saya kalau mau jujur ya, ya begitulah kasus-kasus yang aneh itu.
00:23Jadi ini kan persoalan terbesar adalah bagaimana kekuasaan yudikatif kita ini tidak benar-benar independen.
00:33Baik karena ada tekanan kekuasaan maupun tekanan mafia peradilan.
00:38Karena begini, karena selama ini kita hanya menyalahkan aparat penegak hukum tanpa memberikan ruang bahwa mereka juga berada dalam posisi yang tidak bisa menolak ketika diperintahkan sesuatu.
00:48Gini, ada dua ya jawabannya.
00:51Nah, Anda nggak usah jadi hakim dah.
00:53Kalau Anda penakut, satu.
00:54Karena itu sumpahnya dunia dan akhirat.
00:56Makanya, oke ya.
00:57Anda tak, oke.
00:58Tapi yang kedua, saya mau toleransi.
01:01Kita harus berbicara atas kacamata hakim.
01:05Jangan jadi hakim kan, mereka sudah jadi hakim.
01:07Sebuah, saya mau tanya sama Prof. Gayus.
01:09Kita perlu nggak memberikan ruang juga pada aparat penegak hukum yang mereka juga tidak,
01:13mereka mau sebenarnya menjalankan tugas mereka secara profesional.
01:16Tapi memang ada keputusan-keputusan politik atau perintah-perintah politik yang mereka tidak bisa abaikan begitu saja.
01:24Perbaikan dunia peradilan berulang-ulang bersama si hakim agung 2014.
01:29Saya usulkan memang ada perombakan di makam agung dan jajan di bawahnya.
01:35Bahkan saya mengatakan, dievaluasi hakim-hakimnya yang masih baik dipertahankan, yang selek dibuang.
01:41Tapi pertanyaan saya tentang bagaimana mendapat tekanan dari atas, tekanan politik.
01:46Siapapun, pejabat manapun, pasti dari rezim manapun, pasti pernah menjawab aparat penegak hukum.
01:53Ketika Zarub Rikar itu terima di gerbek dan kemudian ada 1 triliun,
01:59saya mengatakan harusnya disutdown makam agung oleh Presiden Prabowo.
02:03Itu berlebihan lah.
02:04Oh no, no, no. Tidak berlebihan.
02:05Karena kalau kita ingin memperbaiki dunia hukum secara fundamental, harus ada langkah-langkah revolusioner.
02:12Kalau langkah-langkahnya instrumental seperti ini, itu tidak akan bisa ada perbaikan.
02:16Cuma masalahnya adalah apakah kita memiliki pemimpin yang betul-betul benevolent, pemimpin yang baik.
02:23Itu persoalannya.
02:24Ini yang akan kita bahas kemudian, karena apakah abolisi untuk Pak Tom Lembong, amnesti untuk Pak Hasto akan jadi presiden dalam penegakan hukum?