Hakim MK Ariel Hidayat Geram: Jangan Sampai Sejarah Ditulis Atas Nama Penguasa
Link terkait: https://www.suara.com/news/2025/06/30/201439/hakim-mk-arief-hidayat-geram-jangan-sampai-sejarah-d itulis-atas-nama-penguasa?page=all
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat melontarkan peringatan keras terkait proyek penulisan ulang buku sejarah nasional yang tengah digagas pemerintah di bawah perintah Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon.
Ia menegaskan agar sejarah tidak ditulis berdasarkan perspektif penguasa.
Menurut Arief, sejarah seharusnya tidak ditulis oleh penguasa demi menjaga objektivitas dan kebenaran faktual untuk generasi mendatang.
00:00Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK, Arief Hidayat, melontarkan peringatan keras terkait proyek menulisan ulang buku sejarah nasional
00:06yang tengah digagas pemerintah di bawah perintah Menteri Kudian RI, Fadlison.
00:11Ia menegaskan agar sejarah tidak ditulis berdasarkan perspektif penguasa.
00:15Menurut Arief, sejarah seharusnya tidak ditulis oleh penguasa demi menjaga objektivitas dan kebenaran faktual untuk generasi mendatang.
00:22Peringatan ini mengemuka di tengah progres proyek yang dilaborkan telah mencapai 80% penyusunan.
00:28Pernyataan tajam tersebut disampaikan Arief Hidayat menanggapi sorotan publik terhadap proyek yang diinisiasi oleh Kementerian Kebudayaan.
00:36Ada pameo sejarah itu dituliskan oleh orang yang berkuasa, supaya untuk penulisan sejarah yang akan dilakukan.
00:42Jangan gunakan pameo itu, sejarah harus ditulis secara objektif, tidak ditulis oleh orang yang berkuasa.
00:47Itu saja, kata Arief kepada wartawan saat ditemui di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin 30 Juni 2025.
00:53Arief menekankan, sejarah yang ditulis berdasarkan kepentingan kekuasaan berpotensi besar menunjukkan kekeliuran dan menutupi fakta-fakta penting.
01:01Meski menyerahkan kehati-hatian, ia tidak menolak keberlanjutan proyek tersebut, asalkan pemerintah dapat menjamin prosesnya berjalan dengan jujur.
01:08Yah, boleh diteruskan, tapi penulisannya secara objektif dan jujur, tidak mengatakan bagaimana ada pameo sejarah dituliskan oleh orang yang berkuasa menurut versinya, tegasnya.
01:18Peringatan dari Hakim Konstitusi ini sejalan dengan khawatiran yang sebelumnya disuarakan oleh sejumlah kelompok masyarakat sipil.
01:25Mereka menilai, proyek ini syarat akan muatan politis, memiliki kejurungan melakukan disekoronisasi,
01:30serta berpotensi mengabaikan catatan-catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia atau HAM di masa lalu.
01:37Di lain sisi, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan memastikan bahwa proses penulisan ulang buku secara nasional Indonesia atau SNA
01:44terus berjalan dan akan segera memasuki tahap akhir.
01:48Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan,
01:52mengungkapkan bahwa progres penyusunan naskah secara tersebut telah mencapai tahap signifikan.
01:57Progresnya itu sudah 70% sampai dengan 80% uja Restu di Jakarta pada hari yang sama.
02:03Menjawab khawatiran publik mengenai objektifitas, Restu memastikan pihaknya akan membuka ruang partisipasi seluas-luasnya.
02:09Kementerian Kebudayaan berencana menggelar uji publik pada bulan Juli 2025.
02:13Uji publik ini akan dilaksanakan di tiga wilayah yang mewakili Indonesia bagian Barat, Tengah, dan Timur.
02:20Supaya mendapat masukan juga dari masyarakat, merasa memiliki ini karya kita bersama,
02:24karya anak bangsa, anak-anak bangsa, jelas Restu.
02:27Lebih lanjut, ia menjelaskan argensi dari penulisan ulang sejarah ini.
02:31Menurutnya, pembaruan diperlukan karena belum ada penulisan sejarah nasional komprehensif
02:35yang dilakukan pemerintah sejak buku Indonesia dalam arus sejarah terbit pada tahun 2012.
02:40Dalam kurun waktu lebih dari satu dekade, banyak temuan baru yang perlu diakomodasi.
02:45Selain memperbarui data berdasarkan temuan-tuan baru,
02:47ia juga menyebut bahwa penulisan ulang ini bertujuan untuk mengubah paradigma penulisan
02:51yang sebelumnya dianggap Jawa sentris menjadi lebih Indonesia sentris
02:55yang merangkum sejarah dari berbagai sudut pandang di Nusantara.