Rawa Pening, Danau yang Menjadi Obyek Wisata di Kawasan Kabupaten Semarang

  • 5 tahun yang lalu
TRIBUN-VIDEO.COM - Danau Rawa Pening merupakan sebuah danau yang terletak di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Rawa Pening memiliki luas 2.670 hektar dan menempati empat wilayah kecamatan yaitu Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru.

Rawa Pening berada di cekungan terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran.

Nama Rawa Pening diambil dari dua kata tersebut yaitu rawa dan pening.

Dalam bahasa Jawa, kata rawa memiliki arti danau.

Sedangkan pening dalam bahasa Jawa memiliki arti sebagai bening.

Oleh karena itu apabila digabungkan, arti Rawa Pening ialah sebuah danau yang memiliki air yang bening atau jernih.

Di danau Rawa Pening banyak terdapat eceng gondok yang tumbuh.

Rawa Pening ini juga menghasilkan ikan air tawar seperti ikan wader ijo dan ikan mujahir.

Tumbuhan eceng gondok yang ada di Rawa Pening memiliki kelebihan dan kekurangan.

Rawa Pening mampu menghasilkan kerajinan yang didapatkan dari eceng gondok.

Namun terkadang eceng gondok tersebut bersifat sebagai hama untuk danau.

Rawa Pening ini merupakan danau alami yang tidak dibentuk oleh manusia.

Legenda
Dalam sejarahnya, Rawa Pening memiliki sebuah legenda terbentuknya Rawa Pening.

Dahulu kala terdapat sebuah desa bernama Desa Ngasem.

Di Desa Ngasem ada seorang perempuan yang memiliki seorang anak berwujud seekor naga.

Naga tersebut bisa berbicara seperti manusia pada umumnya dan kemudian naga tersebut diberi nama Baru Klinting.

Ayah Baru Klinting ini bernama Ki Hajar Salokantara.

Pada suatu hari, Baru Klinting bertanya dengan ibunya tentang ayahnya.

Ibu Baru Klinting menjelaskan bahwa sang ayah sedang bertapa di Gunung Telomoyo.

Baru Klinting berkunjung ke Gunung Telomoyo, tempat ayahnya bertapa.

Ki Hajar Salokantara tidak percaya bahwa Baru Klinting adalah anaknya.

Kemudian Ki Hajar Salokantara meminta Baru Klinting melingkari Gunung Telomoyo untuk membuktikan bahwa Baru Klinting adalah anaknya.

Ternyata Baru Klinting bisa melakukan hal tersebut.

Pada suatu hari, penduduk di Desa Pathok mengadakan pesta sedekah bumi.

Penduduk desa beramai-ramai berburu hewan untuk merayakan pesta tersebut.

Pada akhirnya, penduduk desa menemukan seekor naga besar dan langsung memotong-motong daging untuk santapan berpesta.

Saat pesta sedekah bumi berlangsung, datanglah jelmaan Baru Klinting.

Baru Klinting ingin menikmati hidangan tersebut, akan tetapi penduduk desa mengusir Baru Klinting karena merasa jijik.

Baru Klinting merasa sakit hati karena perlakuan penduduk desa dan kemudian pergi meninggalkan penduduk desa itu.

Saat berada di perjalanan, Baru Klinting bertemu dengan seorang nenek.

Kemudian Baru Klinting berkunjung ke rumah nenek itu dan memberi pesan kepada nenek sebelum Baru Klinting pergi.

Baru Klinting memberi pesan kepada nenek agar menyiapkan sebuah lesung.

Nenek itu kemudian menuruti perkataan Baru Klinting.

Baru Klinting kembali ke pesta dan mencoba meminta makanan kepada penduduk desa.

Namun penduduk desa tetap tidak memberi bahkan bersikap kasar dengan Baru Klinting.

Baru Klinting menancapkan sebuah lidi ke tanah dan menantang penduduk desa itu untuk mencabutnya.

Namun tak ada seorang pun yang mampu mencabut lidi tersebut.

Hingga akhirnya Baru Klinting yang mampu mencabut lidi tersebut.

Lubang bekas lidi yang ditancapkan memancarkan air yang deras dan kemudian menggenangi desa.

Semua penduduk desa tersebut tewas tenggelam, kecuali nenek yang menyelamatkan diri menggunakan lesung.

Kemudian desa itu berubah menjadi rawa yang memiliki air yang bening.

Dianjurkan