Skip to playerSkip to main contentSkip to footer
  • 2 days ago
Namun masalah ini menjadi lebih rumit karena kehadiran aktor regional seperti Iran. Iran secara ideologis dan politik menentang eksistensi Israel, mendukung kelompok seperti Hizbullah di Lebanon dan Hamas di Gaza, yang dianggap teroris oleh Israel dan negara-negara Barat. Bagi Iran, dukungan terhadap Palestina bukan hanya soal solidaritas kemanusiaan, tetapi juga bagian dari perlawanan terhadap dominasi Barat dan pengaruh Israel di kawasan.

Sementara itu, sikap negara-negara Jazirah Arab telah mengalami perubahan signifikan. Secara historis, mereka mendukung Palestina dan menolak normalisasi dengan Israel. Namun dalam dekade terakhir, terutama dengan adanya ancaman bersama dari Iran, sejumlah negara seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel melalui Abraham Accords (2020). Kepentingan ekonomi, teknologi, dan keamanan telah mendorong sebagian pemimpin Arab mengesampingkan isu Palestina demi stabilitas domestik dan kemajuan nasional.

Namun, tidak semua negara Jazirah Arab bersikap sama. Arab Saudi, misalnya, masih mempertahankan posisi bahwa normalisasi penuh hanya bisa terjadi jika ada solusi adil bagi Palestina, meskipun belakangan menunjukkan tanda-tanda membuka dialog dengan Israel secara tidak langsung. Qatar tetap mendukung Palestina secara terbuka, termasuk bantuan ke Gaza. Oman dan Kuwait pun cenderung berhati-hati dan menahan diri dari hubungan resmi dengan Israel.

Pada akhirnya, perdamaian di Timur Tengah bukan hanya soal menyatukan dua kubu yang bertikai, tetapi menyatukan visi dari puluhan negara dengan agenda yang berbeda. Selama masih ada ketimpangan kekuasaan, campur tangan asing, dan kepentingan nasional yang saling berbenturan, perdamaian sejati masih akan terus menjadi harapan yang jauh dari kenyataan.

Category

šŸ—ž
News

Recommended