Permintaan Alat Pertanian Lesu di Tengah Pandemi
  • 3 tahun yang lalu
KLATEN, KOMPAS.TV - Inilah suasana Dukuh Karangpoh, Desa Pandes, Kecamatan Karanganom, Klaten, Jawa Tengah. Begitu masuk di kampung ini, pengunjung akan disuguhi bunyian yang khas. Ya, karena kampung ini terkenal dengan sebutan kampung pandebesi. Suara pukul memukul besi yang sahut-sahutan, sudah menjadi suasana sehari-hari.



Di kampung ini ada sekitar 45 perajin pande besi. Sejak dahulu, terkenal dengan produksi cangkulnya yang cukup berkualitas, dengan berbagai ukuran, dan bahan. Ada yang dari besi baja, non baja, atau plat.



Pernah dihantam produk alat pertanian impor dari china, dan saat ini sedang pandemi, produksi pande besi tetap berjalan, meskipun penjualannya menurun drastis.



Menurut Supriyanto, salah seorang perajin sekaligus ketua Koperasi Derap Laju Pande Besi dan Las (delapan belas), sebelum pandemi, dalam sehari perajin bisa menjual 25-an cangkul. Namun saat ini hanya beberapa buah saja. Barang-barangnya banyak yang distock dulu. Harga cangkul bervariasi, antara 65 ribu rupiah sampai 100 ribu rupiah. Permintaan rata-rata dari jawa timur.



Sebelum pandemi, ada berbagai bantuan, baik dari pihak swasta maupun pemerintah. Diantaranya bantuan dua buah mesin tempa (er-hammer) dari bri, senilai 180 an juta.



Karena permintaan alat pertanian lesu, para perajin banyak yang merubah strategi. Mereka menerima pesanan dari pembeli luar jawa, paling banyak cetakan batako. Dengan begitu, roda perekonomian bisa jalan.



Selain itu juga ada alat pertanian yang lain seperti sekop, linggis, arit, alat penggaruk tanah, dan lain-lain.



Itulah potret sebuah kampung yang sampai saat ini tetap melestarikan peninggalan nenek moyang. Para perajin yang semakin sedikit jumlahnya ini berharap, pemerintah memberi perhatian lebih, agar generasi selanjutnya mau meneruskan warisan leluhur ini.

Dianjurkan