Mengenal Sejarah Kehidupan Sisingamangaraja XII, Pejuang dari Tanah Batak

  • 10 bulan yang lalu
POJOKSATU.id, SUMUT – Salah satu pejuang Indonesia yang juga Raja Batak berasal dari Sumatera
Utara adalah Sisingamangaraja XII.

Ia dikenal dengan aksi heroiknya melawan kolonial Belanda di tanah Batak. Serta menjadi raja
terakhir masyarakat Batak di Sumatera Utara.

Sisingamangaraja XII terlahir dengan nama Patuan Bosar Sinambela yang lahir pada 18 Februari 1845.
Ia adalah seorang raja di Negeri Toba yang naik tahta pada tahun 1876 menggantikan sang ayah,
Sisingamangaraja XI yang bernama Raja Sohahuaon Sinambela.

Gelar Si Sisingamangaraja sendiri digunakan oleh dinasti keluarga Marga Sinambea yang artinya “Raja
Singa Agung”. Berdasarkan literatur Si berasal dari bahasa Sanskerta Sri yang artinya kehormatan.
Raja Agung juga berasal dari sanskerta yang memiiki arti maharaja. Dan singa merupakan mitologi
ora Batak bahwa mereka keturunan dari darah dewa.

Sisimangaradja XII adalah tokoh terakhir yang menjadi Parmalim (pemimpin agama). Ia dianggap
sebagai raja dewa dan titisan Batara Guru, Dewa Siwa versi Jawa.

Sisingamangaraja sendiri diyakini memiliki kekuatan seperti kemampuan mengusir roh jahat,
mengeluarkan hujan, dan mengendalikan penanaman padi.

Mulanya, Sisingamangaradja XII tidak dilihat sebagai tokoh politik. Tetapi, saat penjajah Belanda
datang ke Sumatera Utara sejak 1850-an, ia bersama Sisingamangaradja XI mulai fokus melakukan
perlawanan.

Pada tahun 1873, Belanda melakukan invasi militer ke Aceh melalui Perang Aceh. Kemudian, Belanda
melanjutkan invasi ke Tanah Batak pada Tahun 1878. Sisingamangaraja XII, yang memiliki hubungan
dekat dengan Kesultanan Aceh, menolak dan menyatakan perang.

Ia mengadakan upacara keagamaan untuk menggalang orang Batak di balik perang melawan
Belanda. Pasukannya menyerang pos-pos Belanda di Bakal Batu, Tarutung namun mengalami
kekalahan.

Ia pun kembali berkumpul dan melancarkan serangan baru pada 1883-1884 dengan mendapat
bantuan dari Aceh. Mereka menyerang Belanda di Uluan dan Balige pada Mei 1883, serta Tangga
Batu pada 1884.

Belanda sendiri menyiksa dan membunuh orang Batak yang diduga menjadi pengikut dari
Sisingamangaradja XII. Pasukan Belanda juga membakar rumah serta mengenakan pajak hukuman.
Pada 1904, pasukan Belanda di bawah Letnan Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen
menyerang Tanah Gayo dan beberapa daerah di sekitar Danau Toba untuk mematahkan perlawanan
Batak.

Pasukan dari Sisingamangaradja XII sendiri melakukan perang gerilya serta menghindari pasukan
Belanda. Sebelum Belanda melancarkan serangan lagi pada 1907 terhadap sisa pasukan
Sisingamangaradja XII di wilayah Toba, mereka memperkuat pasukan dan senjata. Pertempuran
selanjutnya antara Belanda dan pasukan Sisingamangaradja XII pun terjadi di Pak-pak, pasukan
Belanda dipimpin oleh Kapten Hans Christoffel.

Pada 17 Juni 1907, Sisingamangaradja XII tewas dalam peperangan di Dairi bersama putrinya Lopian, dan kedua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi.

...

Dianjurkan