Nomor Telepon Novel Baswedan dan Sujanarko Diduga Diretas, Tiba-tiba Bikin Akun Telegram

  • 3 tahun yang lalu
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nomor telepon milik pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penyidik senior Novel Baswedan dan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) Sujanarko, diduga diretas.

Nomor kedua pegawai yang masuk dalam daftar Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) itu tiba-tiba membuat akun Telegram.

Padahal menurut penuturan Sujanarko, ia dan Novel tidak pernah membikin akun Telegram.

"Info teman-teman itu ada notifikasi nama saya di Telegram. Nomornya nomor saya. Bang Novel juga (tiba-tiba terdaftar di Telegram)," kata Sujanarko saat dikonfirmasi, Kamis (20/5/2021) malam.

Sujarnako menjelaskan bahwa dugaan peretasan dimulai pukul 20.30 WIB hari ini.

Ia menduga upaya peretasan tersebut disebabkan karena dirinya dan 74 pegawai KPK lainnya menentang Surat Keputusan (SK) nomor 652 yang dikeluarkan pimpinan KPK.

SK itu berisi penonaktifan pegawai tak lolos TWK dalam rangka alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Kayaknya ada yang mulai nyerang lagi deh. Motifnya enggak tahu deh. [Peretasan] baru pukul 20.30 WIB ada yang masuk. Nomornya sama," kata dia.

Sementara Novel melalui akun Twitter miliknya, mengungkapkan bahwa upaya peretasan terhadap dirinya dimulai pukul 20.22 WIB hari ini.

"Pengumuman. Akun Telegram saya dibajak sejak pukul 20.22 WIB hari ini shg tdk lg dibawah kendali saya. Akun Telegram Pak Sujanarko sejak pukul 20.31 WIB juga dibajak shg tdk dlm kendali ybs. Bila ada yg dihubungi gunakan akun tsb, itu bukan kami," cuit Novel di akun nazaqistsha, Kamis (20/5/2021) pukul 22.54 WIB.

Dugaan peretasan ini terjadi tak berselang lama dari langkah 75 pegawai KPK yang melaporkan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas KPK dan Ombudsman RI.

Dalam agenda tersebut, Sujanarko dan Novel yang selalu memberikan keterangan kepada publik.

Terkait peretasan ini sebelumnya juga menyasar delapan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) dan anggota Lokataru Foundation serta Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.

Diketahui, mereka belakangan aktif mengkritik pelaksanaan TWK dan SK 652 yang dinilai sebagai alat untuk menyingkirkan 75 pegawai KPK berintegritas dan kritis.


(*)

Dianjurkan