Jurnalis Harian Kompas Ungkap Perbincangan & Cerita Komandan KRI Nanggala-402 Soal Kapal Selam RI
  • 3 tahun yang lalu
KOMPAS.TV - Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menyatakan kondisi kapal KRI Nanggala-402 terbelah menjadi tiga bagian.

Terdapat bagian yang terlepas dari badan utama kapal.

"Berikut ini terdapat bagian-bagian dari KRI Nanggala. Di sana KRI Nanggala terbelah jadi 3 bagian," ujar Yudo dalam konferensi pers, Minggu (25/4).

Yudo menjelaskan terdapat bagian belakang kapal tak berbadan tekan, selanjutnya kemudi horizontal dan vertikal.

Pantauan ini terlihat melalui alat ROV dari Singapura yang mendapat kontak visual dan memperlihatkan adanya serpihan badan kapal KRI Nanggala 402 di kedalaman 838 meter.

Sementara itu, kabar duka disampaikan oleh Panglima TNI, Marsekal Hadi Cahyanto yang menyatakan seluruh awak yang berada dalam KRI Nanggala 402 telah gugur (25/4).

Pernyataan ini berdasarkan temuan serpihan dan adanya sinyal Kapal selam KRI Nanggala 402 yang terdeteksi terakhir berada di kedalaman 838 meter.

Sementara itu, Jurnalis Harian Kompas, Edna Pattisina yang merupakan teman semasa kuliah Komandan KRI Nanggala 402, Letkol Heri Oktavian mengungkapkan cerita Letkol Heri soal kebijakan dan kondisi kapal selam Indonesia.

"Sempat ada kebijakan Kementerian Pertahanan ingin membeli kapal selam bekas, lalu kami langsung concern. Kita bicara soal kelayakan kapal selam bekas, soal perawatan dan usia kapal selam bekas dan apa saja yang salah dari sistem manajemen serta pengadaan kapal selam baru. Bahkan kita punya kapal selam tapi kita ngga punya alat penyelamat kapal selam. Sudah sewajarnya ia ingin Indonesia punya kapal selam yang bagus" ujar Edna.

Letkol Heri juga pernah bercerita jika pengecekan (overhaul) KRI Nanggala-402 sempat terus tertunda pada tahun 2020.

Simak dialog selengkapnya bersama Mantan Kepala Kamar Mesin KRI Nanggala-402, Laksamana Muda (Purnawirawan) Frans Wuwung, Pengamat Militer dari Institut for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi dan Jurnalis Harian Kompas, Edna Pattisina.

Dianjurkan