Fenomena Badut Jalanan dan Hak Anak yang Terampas
  • 3 tahun yang lalu
BANJARMASIN, KOMPAS.TV - Badut jalanan semakin mudah ditemukan di jalan-jalan kota.

Ironisnya, tak sedikit dari mereka yang ternyata adalah anak-anak.

Anak-anak itu kehilangan hak untuk bersekolah dan bermain, serta menjadi korban eksploitasi ekonomi.

Terpapar matahari, debu dan kegerahan di dalam kostum badut demi menghibur para pengguna jalan.

Badut-badut di pinggir jalan ini mengharapkan imbalan.

Ada juga yang berkeliling, mendatangi warung, pom bensin atau minimarket.

Jika anda bertemu badut-badut ini, bisa jadi ada Ikal bukan nama sebenarnya di dalamnya.

Saat teman-temannya berada di rumah dengan nyaman, Ikal yang masih duduk di bangku sekolah dasar ini tahu betul rasanya dirazia Satpol PP.

Ikal adalah satu dari banyak anak yang bekerja di jalanan sebagai badut.

Ikal beralasan, ia bekerja untuk membantu orangtua, membeli ponsel atau sepeda motor.

Tanggung jawab yang semestinya dipenuhi orangtua diusahakan ikal seorang diri.

Fenomena anak-anak menjadi badut, menjadi alarm, bahwa anak-anak adalah kelompok rentan yang dieskploitasi secara ekonomi dengan dipaksa atau dibiarkan bekerja.

Dengan bekerja, hak anak untuk belajar, bermain dan bertumbuh juga terampas.

Orang dewasa dan orangtua harus menyadari jalanan bukanlah tempat yang aman untuk anak-anak.

Dunia mereka, semestinya diisi dengan bermain dan belajar.

Butuh intervensi negara untuk anak-anak yang sempat merasakan kerasnya kehidupan di jalanan ini, agar mereka bisa tumbuh sesuai usianya dan siap menjadi penerus bangsa yang membanggakan.

Dianjurkan