Unik dan Serunya Lomba Joget Kepompong Ulat Jati

  • 8 tahun yang lalu
TRIBUNNEWS.COM, TUBAN - Ulat Jati yang telah memakan daun pohon ini di wilayah Kabupaten Tuban bersamaan datangnya musim hujan sepekan ini, seperti dibenci tapi juga disayang.

Dibenci karena jumlahnya terlalu banyak menyerbu pemukiman warga, disayang karena keberadaan ulat itu bukti hutan jati masih lestari.

Bagi kaum perempuan di RT 3 RW 2 Dukuh Krajan, Desa Betikharjo, Kecamatan Semanding, merasa geli dan jijik.

Namun, bagi warga Guwoterus dan Ngukuhan sekitar Gua Putri Asih, Kecamatan Montong, keberadaan ulat bisa dijadikan ajang hiburan, sedangkan kepompongnya dicari untuk dijual.

Pada Sabtu (2/1/2016), pihak Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Parengan menggelar lomba balap lari dan joget kepompong Ulat Jati.

Belasan warga antusias mengikuti lomba tersebut.

Di samping menjadi ajang hiburan juga ada pesan moral, masyarakat setidaknya ikut melestarikan hutan jati.

Dua pelepah pisang yang disanggah empat kayu menjadi sirkuit ulat jati.

Ulat-ulat jagoan warga harus melalui pelepah sepanjang kurang lebih 100 centimeter.

Sorak sorai penonton disertai tepuk tangan mengiringi laju cepat ulat.

Bukan hanya orang dewasa yang menyukai lomba itu, tapi juga anak-anak terlihat gembira menyaksikan balap lari.

Dalam lomba itu, peserta secara bergantian menurunkan jagoannya.

Panitia menggunakan sistem gugur, artinya, ulat yang menang bisa ikut lomba lagi, sedangkan ulat yang kalah tidak boleh ikut lagi.

Bentuk ulat yang diturunkan peserta beragam, ada yang kecil, besar, hitam kelam, dan ada yang berwarna loreng kemerahan.

Setelah melalui empat kali perlombaan, akhirnya, ulat jagoan Supriyo yang memenangkan balap lari ulat.

Ternyata, Supriyo memiliki tips sendiri ketika memilih ulat yang bisa lari cepat, meski tubuh ulat lebih besar dibanding lawannya.

“Saya memilih warna ulat lorek kemerahan, biasanya larinya cepat,” kata Supriyo usai lomba.

Setelah lomba lari digelar, panitia melanjutkan lomba joget kepompong Ulat Jati.

Panitia mengggunakan kriteria, kepompong yang berjoget paling lama adalah pemenangnya.

Bagian tubuh kepompong yang joget dalah bagian belakang. Agar kepompong berjoget lebih lama, peserta menekan perlahan bagian kepala.

Asisten Perhutani PKPH Mulyoagung, Muhammad Badar, mengungkapkan lomba kali ini digelar di petak 37 yang memiliki luasan 5,6 hektare.

Tujuan lomba itu tidak lain agar masyarakat sekitar hutan ikut melestarikan dan menyelamatkan hutan.

“Pesan moral dari lomba ini, pentingnya kelestarian hutan ini. Dengan adanya ulat berarti ada sumber kehidupan. Ketika hutan itu baik, maka akan tumbuh tumbuhan semai dan tumbuhan tegak, maka di sana terdapat ekosistem yang baik,” ujarnya.

Pantauan SURYA.co.id, di sekitar hutan terlihat warga sedang mencari kepompong metamorfosis Ulat Jati.

Mereka membuka bongkahan batu yang seringkali menjadi tempat ulat menjadi kepompong.

Kepompong itu akan dijual atau dimakan sendiri. Harga kepompong saat ini bisa mencapai Rp 60.000 per kilogram. (*)