Lewati ke pemutarLewatkan ke konten utamaLewati ke footer
  • kemarin
JAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menuturkan baru-baru ini ada oknum pegawainya yang meminta fee sebesar 27 miliar dan kemudian ia laporkan ke polisi. Kini oknum itu telah menjadi tersangka.

Pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) kedapatan meminta uang sebesar Rp 27 miliar kepada mitra ketika tender proyek di Kementan. Tersangka saat ini sudah dipecat dan diproses hukum.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, pelaku merupakan seorang Direktur di Kementan. Menurut dia, tersangka meminta uang muka sebesar Rp 27 miliar untuk memenangkan mitra ketika tender proyek. Dari jumlah uang tersebut, tersangka baru mendapatkan uang muka sebesar Rp 10 miliar.

"Baru-baru ini 27 miliar, minta fee. Aku tersangkakan. Kirim ke polisi, aku tersangkakan!," tegasnya.

Andi juga mengatakan pernah dua kali mencopot stafnya di Kementerian Pertanian dan kini oknum tersebut telah menjadi tersangka. Meski dikenal tegas, namun ia mengaku sedih saat mengingat pengabdian staf tersebut.

"Pernah aku copot dua kali. Satu kantor pejabatnya Dirjen, Sesdit, eselon dua, habis. Dua kali. Ada enggak pernah terjadi atau terdengar seperti itu? Kemudian aku antar 'anak kandung'ku masuk penjara. 'Anak kandung'ku staf saya di Kementerian Pertanian. Aku tuh sebagai manusia, aku tidak tega. Aku lakukan ketegasan ini, kadang aku nangis kalau pulang. Ini orang sudah bekerja 30 tahun," katanya.



https://youtu.be/a645yl2buF4?si=QAc6UD-CIJVxGeHU

#beras #mafia #mentan



Artikel ini bisa dilihat di : https://www.kompas.tv/talkshow/606191/pejabat-kementan-minta-fee-27-miliar-ke-mitra-mentan-aku-tersangkakan-rosi
Transkrip
00:00Harga 13, 2 hari 4 bulan, sekarang 14, 2 hari 4 bulan.
00:08Bu, kenaikan ini terjadi sejak kapan?
00:11Dua mili yang lain.
00:13Rasanya ada panen gitu loh, ada panen.
00:15Oh, nggak ada panen.
00:17Di petani nggak ada panen, harga naik.
00:20Harga naik keroda, dari sana ya nggak naik gitu.
00:23Kira-kira tahu nggak alesannya, Pak?
00:26Kurang tahu.
00:26Tahu, nggak tahu, ibu.
00:28Mungkin Anu ya, dari sananya ya, apa, mengenaik dari petaninya mungkin ya.
00:36Supaya segera diturunkan.
00:38Itu sih om ada, ongkos kirimnya kan naik gitu.
00:41Jadi ya, ini ya, yang ambil juga di ini kan.
00:46Berarti harganya ikut naik gitu ya.
00:48Iya, ikut naik.
00:48Padahal kan stok berdasar kan hasilnya melimpah, tapi naik gitu.
00:52Iya.
00:52Saya masih bersama Menteri Pertanian, Bapak Andi Amran Sulaiman.
00:58Pak Andi, mengulang pertanyaan saya sebelum jeda tadi.
01:01Bapak terkenal belak-belakan, gagah berani untuk melawan gitu.
01:07Bahkan Bapak selalu bilang, saya pernah mau disuap.
01:09Berapa? 500 miliar atau apa? Dan saya tolak.
01:12Ada pertanyaan, beneran gak sih ini?
01:16Atau Bapak sebenarnya memang sedang lagi pencitraan?
01:22Yang mengatakan itu, jangan-jangan tidak baca media ya.
01:26Atau baru bangun tidur.
01:28Coba cek.
01:30Apa pencitraan?
01:31Kalau mau menjarakan orang?
01:34Aku penjarakan orang nih.
01:35Dulu 400 tersangka.
01:39Baru-baru ini 20 tersangka, minyak goreng, pupuk palsu.
01:43Itu tahu gak satu orang saja di penjara itu tanggung jawabnya gimana?
01:48Bapak ingin mengatakan bahwa apa yang Bapak katakan, Bapak eksekusi langsung.
01:51Dan ini bukan kemarin.
01:52Gak cuma ngomong aja.
01:53Aku bukan kemarin kan.
01:56Jangan-jangan orang baru, orang asing datang ke Indonesia yang Mbak Rosi sampaikan pencitraan.
02:01Atau tidak baca media mungkin.
02:05Ini bukan kemarin.
02:062014 kami jadi menteri.
02:09Demosi mutasi di internal Kementerian Pertanian itu 1.500.
02:16Pernah aku copot dua kali satu kantor pejabatnya.
02:20Dirjen, Sesdit, Eselon 2 habis.
02:23Dua kali.
02:24Ada gak pernah terjadi dengar seperti itu?
02:27Kemudian aku antar anak kandungku masuk penjara.
02:31Tanda petik, anak kandung saya, staf saya, pegawai saya.
02:37Aku tuh kalau sebagai manusia, aku tidak tega.
02:41Mbak Rosi, tau gak?
02:42Aku lakukan ketegasan ini, kadang aku nangis kalau pulang.
02:47Ini orang sudah bekerja 30 tahun.
02:51Ini baru-baru 27 miliar.
02:53Minta fee.
02:54Aku tersangkakan.
02:55Kirim ke polisi, polisi yang tersangkakan.
02:57Tapi aku kirim, nih buktinya.
03:01Jadi kurang apa.
03:03Mungkin baru bangun tidur yang bilang itu.
03:05Sampaikan dia, Mbak Rosi.
03:07Mungkin baru bangun tidur tadi.
03:09Langsung mimpi tiba-tiba mengatakan pencipta.
03:12Suruh datang ke saya.
03:13Pak Menteri, kan saya pernah mendengar cerita langsung itu dikatakan kepada saya.
03:20Seorang Menteri di era dulu.
03:22Ya, dia termasuk di kementerian yang juga sedikit banyak berurusan dengan tata kelola.
03:31Pangan.
03:31Pangan.
03:32Ya, Bras lah.
03:33Ya.
03:35Dan dia kemudian memang mau ya itu berhadapan dengan satu nama yang selama ini dikenal dengan Mafia Bras.
03:48Dia copot tuh dari kabinet.
03:53Ulangi siapa tuh?
03:55Oh gini.
03:56Menteri ulangi.
03:57Ada menteri.
03:58Oke.
03:58Ini pertanyaan saya.
04:01Untuk kan, Bapak gak mau dibilang pencitraan nih.
04:03Karena Bapak dengan seluruh pengalaman hidup Bapak.
04:06Bapak tahu rasanya menjadi orang miskin.
04:08Oh, kemudian dicopot?
04:09Enggak, jadi dan kemudian Bapak mengatakan saya tidak hanya sekedar kalau meminjam isilahnya Pak Presiden Prabowo gak sekedar omon-omon.
04:18Apa yang Bapak katakan Bapak lakukan.
04:20Tetapi ngomong soal Mafia Bras ini ada pengalaman seorang Menteri pernah cerita pada saya.
04:27Ya, berhadapan-hadapan yang dia mau mengeksekusi seorang nama Mafia Bras dicopot dari kabinet.
04:35Mbak Rosi, copot terlalu rendah.
04:40Risiko tertinggi hidup itu mati.
04:43Gak ada artinya itu copot.
04:45Setiap detik adalah takdir.
04:47Masa takdir bisa tertukar?
04:50Enggak, aku gak peduli itu.
04:52Kalau kita masih pertimbangkan itu, tidak akan pernah bekerja dengan baik.
04:57Itu sudah pasti.
04:58Kalau Anda lebih mencintai kursimu daripada kebenaran, selesai.
05:08Jangan cerita banyak.
05:09Cuman kan Bapak bisa berani, maksud saya begini.
05:11Saya tidak meragukan komitmen atau keberanian Bapak, bukan itu.
05:15Tetapi saya juga merasa bahwa saya juga yakin sebagai seorang profesional bagaimanapun juga political power itu dibutuhkan.
05:23Kalau Bapak juga gak di backup oleh Presiden, gak mungkin dong Bapak berani se-ini.
05:28Artinya Presiden juga memberikan lampu hijau.
05:34Silahkan Mentan, lakukan apapun.
05:36Bukan lampu hijau, perintah.
05:39Aku jalankan.
05:41Bapak Presiden luar biasa, seter tegas.
05:44Kemarin Mafia yang, Mafia pupuk.
05:47Aku berani katakan Mafia.
05:49Kenapa?
05:49Kami periksa di lab, ternyata kosong.
05:51Tersangka.
05:53Aku lapor Bapak, Pak ada gini.
05:54Lanjutkan.
05:56Bapak Presiden mengatakan lanjutkan.
05:57Apakah di antara 212 nama perusahaan-perusahaan itu, termasuk juga ada nama-nama perusahaan besar.
06:03Bapak belum berani mengatakan bahwa mereka terindikasi Mafia beras.
06:06Ini kan masih berproses, Mbak Rosi.
06:09Sekarang, ini yang saya katakan pupuk kemarin.
06:12Kan baru saja ini pupuk.
06:13Pupuk yang, pupuk palsu.
06:16Kemudian ada yang speknya hanya 70%.
06:19Ini tersangka ada minyak goreng.
06:23Tersangka.
06:24Ini kan baru.
06:26Ini tahun 2025.
06:27Kami lapor Bapak.
06:29Bapak katakan, lanjutkan.
06:32Kami lanjutkan.
06:34Bicara soal seperti ini, Pak.
06:36Apakah memang soal pengoplosan beras ini,
06:40murni kejahatan, penipuan yang dilakukan oleh korporasi swasta,
06:45atau sesungguhnya pemerintah juga membuka celah untuk kejahatan ini?
06:49Nanti ditentukan di penegak hukum.
06:51Yang saya bisa katakan, ini tidak sesuai standar.
06:53Titik.
06:56Kenapa?
06:57Bapak tidak ingin memberikan penilaian kepada sesama kolega di kabinet?
07:01Enggak.
07:03Yang kami dibawa kewenangan kami,
07:06kami bisa komentari.
07:08Ada sepeca,
07:08kemudian sekarang ada tersangka,
07:11dibawa di Kementerian Pertanian,
07:14ada kami turunkan pangkatnya,
07:17ada kami mutasi.
07:19Ini baru 10 bulan nih.
07:22Kemudian,
07:23pegawai kami ada juga,
07:24kami beri sanksi,
07:26juga tersangka,
07:27bahkan DPO.
07:30Jadi,
07:30aku harus bahas di kewenangan saya.
07:35Kalau membahas di kewenangan orang,
07:37itu namanya omon-omon.
07:38Coba bawa diwenangan.
07:41Mbak Rosi bawa kewenangan di saya,
07:43ke Kementerian Pertanian yang Mbak Rosi tanyakan.
07:44Beres itu semua pertanyaannya.
07:47Atau mau Mbak Rosi pindahkan.
07:48Pindahkan sini, saya tak selesaikan.
07:51Pak Mentan merasa yakin,
07:54dengan langkah Pak Mentan ini,
07:56Bapak bisa membereskan,
07:57Tata Niaga Beras?
07:58Saya tidak lakukan kalau saya tidak yakin.
08:01Harus kita bekerja itu hak kul yakin.
08:04Kalau ada keraguan,
08:06itu pasti tidak beres.
08:07Kalau ada keraguan,
08:09atau kita bagian dari masalah.
08:12Nah, itu.
08:13Ketua Komisi 4, Ibu Titi Suwarto,
08:14mengatakan semua yang main seperti ini,
08:17harus dikasih efek jera.
08:19Terima kasih.
08:20Efek jera seperti apa,
08:21yang menurut Pak Mentan paling pantas.
08:24Karena saya sempat baca di media,
08:26di media Bapak bilang gini,
08:27yang mereka mengakui,
08:29lalu menarik peredarannya.
08:30Terus kalau tidak salah,
08:31ada kalimat yang mereka sudah bertobat.
08:34Bukan dari saya.
08:35Bukan dari Anda ya.
08:36Tapi...
08:36Coba cek-cek.
08:37Nah, intinya...
08:38Dari lembaga lain.
08:40Nah, Kak,
08:41ketika mereka sudah mengakui,
08:42dan menarik peredaran stok berasnya,
08:45apakah bagi seorang Mentan,
08:46itu cukup?
08:47Atau,
08:48harus ada efek jera yang lebih setimpal?
08:50Kalau saya,
08:52aku setuju dengan Ibu Ketua.
08:53Efek jera?
08:54Ya, setimpal.
08:54Efek jera itu apa?
08:55Bidana atau tutup?
08:58Apapun keputusan penegak hukum,
09:02kami harus apresiasi,
09:05karena mereka sudah kerja,
09:06yang tahu detail nanti penegak hukum.
09:10Hukuman berat,
09:10sedang, ringan,
09:11kan penegak hukum.
09:13Tapi,
09:13kalau ikuti rasa,
09:16bukan rationalis kita,
09:18rasa,
09:18ya hukum berat,
09:20ini rasa ya,
09:22ini subyektivitas saya.
09:24Karena,
09:25saya membayangkan saudara kita,
09:27yang berada pada garis kemiskinan.
09:30Saudara kita yang tidak mampu.
09:33Jangan membayangkan bahwa,
09:35posisi sama Mbak Rwasi dengan saya.
09:37Iya,
09:38makanya,
09:38rasanya Bapak itu,
09:40harusnya,
09:42mereka,
09:42efek jera itu apa?
09:44Kenapa enggak Bapak langsung bilang,
09:46yaudah tutup,
09:47cabut izinnya.
09:48Kenapa tidak Bapak langsung selugas itu?
09:49Saya tanya Mbak Rwasi,
09:50siapa ada di kewenangan saya?
09:52Tapi,
09:53bukankah sebagai Menteri Pertanian Bapak yang sudah?
09:54Bukan,
09:55yang mencabut-cabut kewenangan saya.
09:56I know,
09:57itu bukan kewenangan Bapak.
09:58Tapi,
09:58tidakkah Bapak bisa menyambungkan suara itu,
10:01kepada aparat penegak hukum.
10:02Mbak Rwasi panggil lagi nanti,
10:04yang punya kewenangan.
10:05Jadi,
10:05jangan Mbak Rwasi cuma panggilnya Menteri Pertanian,
10:07karena Menteri Pertanian orang baik.
10:08Ya,
10:09ya panggil dong semua,
10:10semua yang terkait ini,
10:12panggil undang satu-satu ke sini,
10:13pasti mau.
10:14Tapi kalau untuk Bapak sendiri,
10:16sebagai roso,
10:17untuk memberikan efek jerah,
10:19harusnya,
10:20perusahaan-perusahaan seperti itu,
10:21ya tutup.
10:22Betul enggak?
10:23Ya,
10:25saya kira nanti,
10:26Anda panggil sini,
10:27Mbak Rwasi,
10:28tanya tentang kewenangannya.
10:31Ini tidak pas,
10:32pertanyaannya Mbak Rwasi,
10:34kalau Mbak Rwasi tanya,
10:35jenis veritas,
10:36kemudian yang dioplos,
10:38kemudian kualitas,
10:39itu di Kementerian Pertanian.
10:40Mutlak itu tahu,
10:41sebagai Menteri.
10:42Iya.
10:43Jadi,
10:44nanti Mbak Rwasi,
10:45supaya Mbak Rwasi,
10:46setuju enggak dengan rasa keadilan,
10:48bahwa kalau sudah jelas-jelas,
10:50rasa saya?
10:51Ya.
10:51Setuju.
10:52Baik.
10:52Tutup.
10:53Cabut izinnya.
10:54Pokoknya,
10:55gini,
10:57saya ulangi ya,
10:59apa yang dikatakan Buthiti,
11:00aku setuju.
11:01Memberikan efek jerah.
11:02Kalau subjektivitas saya,
11:05beri hukuman setimpal,
11:08ini subjektivitas saya,
11:10tapi bukan domain saya.
11:13Saya ini Menteri Pertanian,
11:15jangan nyam Mbak Rwasi salah.
11:16Ini bukan APH yang Mbak Rwasi tanya.
11:18Nanti panggil juga,
11:20mau enggak lengkap.
11:21Boleh kan aku beri saran.
11:22Pak Mentan kan,
11:24sepertinya sama nih Rosonya,
11:25dengan rasa yang dialami,
11:28dirasakan oleh masyarakat.
11:30Marah lho.
11:31Boleh enggak aku beri saran.
11:32Di obras, di oplos,
11:33itu kan kebangetan Pak.
11:35Tapi,
11:36rasa subjektivitas saya,
11:38belum tentu sesuai dengan realita penyidikan.
11:42Belum tentu.
11:43Nah,
11:44saran saya,
11:47Mbak Rwasi,
11:48saran saya,
11:49Menteri Pertanian sudah,
11:52yang Mbak Rwasi tanyakan,
11:54panggil lagi orangnya,
11:55sempurna nanti.
11:56Kompas ini,
11:58Mbak Rwasi,
12:00sempurna nanti jawabannya,
12:01Anda dapat.
12:02Tapi kalau,
12:03satu orang,
12:04saya saja,
12:05menanyakan seluruhnya,
12:07itu nanti,
12:08bisa aku omong-omong.
12:09Kita kan tidak boleh omong-omong.
12:10Intinya,
12:11publik ingin melihat komitmen,
12:13efek jerah,
12:14bagi perusahaan yang rakus,
12:16tamat,
12:17menipu,
12:18dengan cara mengoplos beras,
12:19tidak sesuai dengan kualitas,
12:22ukurannya,
12:23kemasannya,
12:23sesuai dengan apa yang tertera.
12:25Yang harusnya beras itu,
12:26untuk masyarakat miskin,
12:27tapi mereka oplos,
12:28untuk dijadikan beras harga premium.
12:31Itu mereka,
12:32Satu kata dari saya,
12:34biadab,
12:36subjektivitas saya.

Dianjurkan