Perekam Irama Jantung Mini

  • 2 years ago
TEMPO.CO - PEREKAMAN detak jantung biasanya mengandalkan tenaga medis atau dokter di rumah sakit. Satria Mandala, dosen Telkom University, Bandung, membuat Arrhythmia Monitoring System untuk memantau parameter denyut dan gangguan irama jantung (aritmia). Perangkat ini didesain mungil, sebesar kotak korek api, sehingga mudah dibawa dan digunakan.

Alat ini berfungsi mendeteksi aritmia berdasarkan sinyal yang dihasilkan aktivitas listrik otot jantung pasien serta parameter dan variabilitas denyut jantung. Teknologi kecerdasan buatan sebagai program monitor pola aritmia dipadukan dengan sensor berbasis Internet of things dalam sistemnya untuk mengambil data sinyal jantung pasien.

Dengan desainnya yang ringkas, pasien bisa menggunakan alat itu sendiri ketika di rumah. Dokter, meski dari jarak jauh, bisa memperoleh data perekaman irama jantung pasien secara langsung. Proses mendeteksi dan memonitor aritmia menggunakan kombinasi konsep on-demand dan real-time kata Satria pada Jumat, 3 Januari lalu.

Alat ini dapat mengenali aritmia secara komprehensif, dari yang tidak berbahaya, yang memicu stroke, hingga yang mematikan. Pemantauan aritmia dilakukan menggunakan bantuan aplikasi khusus yang dipasang di telepon seluler pintar. Jika pola aritmia berbahaya terdeteksi, sistem akan mengirim peringatan ke dokter ataupun keluarga pasien. Pertolongan pertama kepada pasien dapat segera dilakukan, ujar Satria.

Satria meneliti perangkat ini sejak bekerja di Universiti Teknologi Malaysia. Dia mendapat hibah riset dan berkolaborasi dengan Institut Jantung Negara Malaysia. Ketika dia pulang ke Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyambut idenya membuat purwarupa alat tersebut. Peneliti itu bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah dr Saiful Anwar, Malang, Jawa Timur. Di rumah sakit inilah Satria dan timnya melakukan uji klinis terhadap sekitar seratus pasien penyakit jantung.

Pada 2017-2019, tim Satria mendapat bantuan dana penelitian dari pemerintah. Mereka juga menggandeng Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan serta PT Industri Telekomunikasi Indonesia. Alat ini resmi diluncurkan di RSUD dr Saiful Anwar pada Senin, 16 Desember 2019.

Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Terutama kelainan irama jantung, yang menyebabkan kematian mendadak. Pasien aritmia sulit ditolong karena peralatan yang ada kurang bisa diandalkan. Analisis rekaman sinyal elektrokardiografi (EKG) pun baru muncul setelah 24 jam. Kondisi ini sangat berbahaya karena pasien berisiko meninggal jika pertolongan terlambat datang.

Masalah lain adalah minimnya peralatan medis berkualitas tinggi dengan harga terjangkau. Selama ini, hampir semua alat medis di Indonesia adalah barang impor yang harganya mahal. Dengan pengembangan Arrhythmia Monitoring System, kemandirian peralatan kesehatan produksi lokal dapat segera terwujud, tutur Satria.

Menurut Satria, akurasi pemantauan alatnya bisa diandalkan. Perangkat itu lebih murah karena hampir semua komponennya menggunakan material buatan dalam negeri. Sangat dimungkinkan alat ini bisa diproduksi massal, ucapnya.

Rektor Telkom University Adiwijaya berharap semua layanan kesehatan jantung dari level primer hingga tersier di daerah-daerah dapat memanfaatkan hasil riset ini sehingga lebih membantu masyarakat. Bayangan kami, alat ini dapat dioperasikan hingga di level pusat kesehatan masyarakat, katanya.

Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel