Salah Memahami Papua
  • last year
TEMPO.CO - PRESIDEN Joko Widodo perlu segera menyadari kekeliruannya dalam menangani Papua. Pendekatan ekonomi dan pembangunan infrastruktur saja tidak cukup. Pemerintah semestinya menghargai harkat dan martabat orang Papua sekaligus menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran hak asasi manusia.

Selama ini pemerintah juga selalu mengandalkan pendekatan keamanan untuk meredam kerusuhan. Situasi yang terus memanas di Papua dalam dua bulan terakhir makin menunjukkan cara lama ini tidak efektif. Keadaan di Wamena juga belum normal kendati pemerintah telah mengerahkan polisi dan tentara setelah insiden berdarah pada 23 September lalu.

Pemerintah sebetulnya sudah menjamin keamanan penduduk Wamena. Tapi kaum pendatang tetap merasa tidak aman. Mereka masih mengalami trauma sekaligus khawatir kerusuhan serupa terulang. Serangan di Wamena telah menewaskan 31 orang-sebagian besar pendatang. Rumah dan semua harta benda mereka ludes.

Sebanyak 11.646 orang, seperempat lebih dari jumlah semua penduduk Wamena, kini harus mengungsi. Sebagian pengungsi bahkan memilih pulang kampung. Hingga pekan lalu, 2.876 orang telah pulang ke berbagai provinsi di Indonesia. Gelombang eksodus besar-besaran ini jelas menggambarkan buruknya situasi di Papua.


Banyak pemerintah provinsi dan kabupaten yang berinisiatif menjemput pengungsi asal daerahnya. Pemerintah pusat semestinya mengkoordinasi urusan ini. Upaya pemerintah daerah jangan sampai memicu sentimen kedaerahan atau kesukuan. Situasi yang masih rawan mudah memicu pelebaran pertentangan menjadi konflik agama atau suku.

Insiden Wamena hanya salah satu titik kerusuhan di Tanah Papua dalam dua bulan terakhir. Gelombang kerusuhan yang meluas di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat itu dipicu kasus rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada pertengahan Agustus lalu. Pemerintah terkesan lamban mengusut kasus ini sehingga akhirnya berdampak luas. Kini pun polisi baru menetapkan beberapa tersangka kasus rasisme. Adapun tentara yang diduga terlibat dalam insiden itu hanya diberi sanksi administratif.

Presiden Jokowi semestinya menangani persoalan Papua secara komprehensif agar tercipta perdamaian. Pemerintah bisa membentuk badan semacam Unit Percepatan Pembangunan Papua-Papua Barat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hanya, fungsinya harus diperluas untuk menangani persoalan Papua secara menyeluruh.
Pemerintah bisa merujuk pada peta jalan Papua yang dibikin Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sesuai dengan penelitian LIPI (2009), ada empat akar masalah konflik di Papua yang perlu diselesaikan: status dan sejarah politik, marginalisasi dan diskriminasi orang Papua, kegagalan pembangunan, serta kekerasan negara dan pelanggaran hak asasi manusia. Kecuali pembangunan ekonomi, rekomendasi ini tampak diabaikan pemerintah.

Ketika memperbarui hasil penelitian tersebut, dua tahun lalu, peneliti LIPI sudah mengingatkan pula munculnya gerakan kaum muda Papua yang cukup signifikan. Pemerintah juga kurang mengantisipasi hal ini. Kini Presiden Jokowi perlu lebih serius melaksanakan rekomendasi LIPI, terutama menyangkut penyelesaian kasus hak asasi manusia.

Pemerintah harus segera pula melakukan dialog dengan masyarakat Papua. Tokoh-tokoh yang diajak berdialog harus benar-benar mewakili berbagai kelompok masyarakat Papua, termasuk kelompok pro-kemerdekaan. Hanya dengan keseriusan pemerintah untuk memahami masyarakat Papua dan menyembuhkan luka lama mereka, perdamaian bisa diwujudkan.


Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel
Recommended