Potret Buram Lembaga Tinggi Negara

  • 2 years ago
TEMPO.CO - Terpilihnya La Nyalla Mattalitti sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menunjukkan ada yang salah pada lembaga tinggi negara Indonesia.

Terpilih lewat voting pada 1 Oktober lalu, La Nyalla punya pengalaman segudang. Ia pernah aktif di Pemuda Pancasila, Kosgoro, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Kamar Dagang dan Industri (Kadin), serta Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Ia juga memiliki pengalaman yang cukup panjang di bidang politik. Ia pernah menjadi pengurus Golkar Jawa Timur, Partai Patriot, dan Partai Bulan Bintang, juga menjadi kader Partai Gerindra.

Namun La Nyalla punya banyak kontroversi. Pada 2016, ia diadili karena terlibat korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur saat menjadi Ketua Kadin Jawa Timur pada 2011-2014. Sempat buron, ia dideportasi pemerintah Singapura, lalu diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, meski pada Desember 2016iadivonis bebas.

Dalam politik, iamenapaki jalan yang lancung.Ia pernah mengakumenyebarhoaks soal Joko Widodo menjelang pemilihan presiden 2014, termasuk menyebut Jokowi sebagai komunis. Pengakuan kontroversial itu ia sampaikan secara terbuka menjelang pilpres 2019 setelah meninggalkan kubu Prabowo.
Sosok seperti La Nyalla dapat menimbulkan persoalansebagai kepala lembaga tinggi negara. Publik tentu berharap melihat lembaga negara dipimpin sosok yang bebas dari persoalan hukum dan etika.

Didirikan pada 1 Oktober 2004 sebagai bagian dari semangat penguatan otonomi daerah, DPD saat ini tengah berjuang menguatkan eksistensinya. Meski anggotanya dipilih secara langsung dalam pemilu, DPD tak memiliki banyak kewenangan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Saat ini DPDtengah berusaha menambah wewenang lewatupaya amendemen UUD 1945. Lembaga ini, antara lain, menginginkan wewenang untuk menyusun dan menetapkan rancangan undang-undang, tidak seperti saat ini, mereka hanya dapat memberi pertimbangan. Dengan pelbagai kelemahan, DPD kini dipimpin sosok kontroversial.
Terpilihnya politikus seperti La Nyalla memperlemah posisi DPD. Sebagai lembaga perwakilan daerah, DPD hendaknya tidak diisi orang yang terafiliasi denganpartai politik. Ketimbang menjadi penampung aspirasi daerah, mereka telah menjadikepanjangan tangan partai.

Masuknya orang partai tak hanya terjadi di DPD. Badan PemeriksaKeuangan juga diisi banyak bekas politikus Senayan, beberapa di antaranya bahkan pernah dililit kasus korupsi.

Saat ini, apa yang terjadi pada DPD, DPR, dan BPK mengindikasikan kemerosotanmutu pimpinan dan anggotalembaga-lembaga tinggi negara.

Subscribe: https://www.youtube.com/c/tempovideochannel

Official Website: http://www.tempo.co
Official Video Channel on Website: http://video.tempo.co
Facebook: https://www.facebook.com/TempoMedia
Instagram:https://www.instagram.com/tempodotco/
Twitter: https://twitter.com/tempodotco
Google Plus: https://plus.google.com/+TempoVideoChannel

Recommended