Simalakama Kritik Pemerintah, Pakar: Tidak Hanya Pesan, Cara Penyampaian Juga Harus Benar
  • 3 tahun yang lalu
JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah minta dikritik. Terlebih untuk pelayanan publik.

Setidaknya inilah yang tersirat dari pernyataan Presiden Joko Widodo saat Hari Pers Nasional, 9 Februari lalu.

Presiden Jokowi juga seolah menyampaikan, agar masyarakat tidak takut untuk menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintahan.

Hal ini diperjelas oleh Sekretaris Kabinet RI, Pramono Anung. Kritik tersebut dimaksudkan adalah kritik yang benar-benar pedas untuk kinerja pemerintahan agar lebih baik.

Bukan justru menyebar berita bohong, terlebih di sosial media.

Beberapa partai politik juga mengapresiasi permintaan Presiden tersebut.

Kritik dari rakyat dianggap sebagai vitamin kesuksesan demokrasi.

Meski demikian, pemerintah diminta menertibkan buzzer yang dianggap menyerang dan membuat gaduh.

Pendapat yang sama disampaikan peneliti sosial media, Ismail Fahmi, yang menyebut, haruslah ada kejelasan mekanisme penyampaian agar pengkritik aman dari jeratan hukum.

Pasalnya marak kasus pelanggaran undang-undang informasi dan transaksi elektronik, bagi pengkritik Pemerintah.

Selain itu, buzzer juga haruslah diredam.

Sementara itu, Dosen Komunikasi Universitas Indonesia, Puspitasari mempertanyakan kesiapan birokrasi pemerintah, menerima kritikan dari masyarakat luas.

Kebebasan berpendapat termasuk menyampaikan kritik, merupakan hak setiap warga negara Indonesia, yang dijamin dalam undang undang dasar 1945.

Namun, tentu saja kritikan harus disampaikan secara bijak, tanpa menebar fitnah.

Di sisi lain, pemerintah juga semestinya siap dengan kritikan pedas dari rakyat.

Masyarakat luas diminta untuk mengkritik, atau memberi masukan jika ada mal-administrasi di pemerintahan.

Kami membahasnya bersama Pakar Komunikasi yang juga Dekan Fikom Universitas Pajajaran, Dadang Rahmat Hidayat.

Dan salah seorang selebritas tanah air, Ketua Siberkreasi Indonesia, Yosi Mokalu.


Dianjurkan