BPN sebut Kepercayaan Publik Kepada KPU Seharusnya Minimal 90 persen

  • 5 tahun yang lalu
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUN-VIDEO.COM - Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga, Hidayat Nur Wahid menanggapi survei SMRC terkait tingkat kepercayaan publik kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurutnya, tingkat kepercayaan publik ke penyelenggara pemilu seharusnya minimal 90 persen.

"Ya di atas 50 persen masih rendah. Kalau katakanlah 70 persen itu masih rendah, karena kan harusnya 90 persen minimal, karena ini kan akan terkait hasil pemilu. Kalau KPU hanya dipercaya katakan 70 persen, itu kan berarti ada celah besar bahwa ini ada 30 persen masalah dan itu pendelegitimasian," kata Hidayat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/3/2019).

Menurut Wakil Ketua MPR RI itu, KPU harus berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan terkait penyelenggaraan pemilu.

Satu di antara permasalahan tersebut yakni Daftar Pemilih Tetap (DPT).

KPU, kata Hidayat, harus membuktikan kepada publik jika mereka mampu menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Sejak dari dulu kan kita kritisi sejak heboh masalah DPT, kemudian muncul beragam angka dari Kemendagri menyampaikan ada 31 juta data DPT yang belum bisa disinkronkan. Dari KPU mengatakan ada 30 juta, dari tim BPN menyampaikan ada 25 juta, dari Bawaslu menyampaikan 8 juta. Ini kan angka besar sekali. Katakanlah 8 juta, 8 juta itu adalah selisih angka pada waktu Pak Jokowi di atas Pak Prabowo pada Pemilu 2014," tutur Hidayat.

"Jadi ini masalah sangat besar. Tapi kok nggak selesai, ditambah lagi masalah isu e-KTP yang bermasalah pembuatannya, e-KTP untuk WNA, ini nggak selesai. Kenapa sih nggak diselesaikan?," sambungnya.

Selain itu, kritik yang selama ini ditujukan kepada KPU, menurut Hidayat bukanlah bentuk delegitimasi.

Ia menegaskan jika pihaknya menolak deligitimasi KPU dan berharap KPU bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

"Itu yang kemudian ketika ada orang mengatakan ini ada upaya untuk mendelegitimasi KPU, mengkritisi, bukan mendelegitimasi KPU. Justru kami mengharapkan agar KPU betul-betul legitimate sehingga KPU bisa menyelesaikan masalah ini," ucapnya.

"Tapi kalau ini tidak diselesaikan oleh KPU sementara informasi sudah disampaikan, data sudah disampaikan, kritik sudah disampaikan, bahkan di Komisi II, KPU tidak menyelesaikan masalah. Bukan berarti orang lain mendelegitimasi KPU, tapi KPU mendelegitimasi dirinya. Dan kami menolak delegitimasi KPU," pungkas Hidayat.

Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebut hampir 80 persen masyarakat Indonesia percaya pada kemampuan KPU dan Bawaslu di Pemilu 2019. Hanya 11 hingga 12 persen responden yang kurang atau tidak yakin.

"Perlu juga dicatat, terdapat sekitar 13 persen rakyat menilai KPU tidak netral. Berarti sekitar 25 juta warga menganggap KPU tidak netral. Jumlah ini bisa jadi masalah bagi KPU dan Bawaslu bila dimobilisasi," kata Direktur Riset SMRC Deni Irvani, di kantornya, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (10/3/2019). (*)